GenRengers Lawan Pernikahan Dini Lewat Edukasi

Posting Komentar

 

Program GenRengers
GenRengers - Doc: jayakartanews.com

Kasus pernikahan dini seolah menjadi PR yang sulit dikerjakan. Dari rilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pengadilan agama melaporkan 65 ribu kasus permohonan dispensasi perkawinan usia anak tahun 2021. Sementara tahun 2022 jumlahnya masih terbilang banyak, 55 ribu pengajuan. Mayoritas pemohon memiliki alasan sang perempuan sudah hamil duluan.

"Tingginya angka perkawinan anak adalah salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak. Tidak hanya memberikan dampak secara fisik dan psikis bagi anak-anak, perkawinan di usia anak juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, putus sekolah hingga ancaman kanker serviks/kanker rahim pada anak," terang Titi Eko Rahayu, Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan KemenPPPA.

Padahal Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sudah memberi saran untuk usia ideal menikah. Bagi laki-laki minimal usia 25 tahun, sedangkan perempuan minimal 21 tahun. Bukan tanpa alasan, rekomendasi tersebut sudah disesuaikan dengan faktor psikologis, kematangan organ reproduksi, hingga menghindari berbagai risiko kesehatan yang mungkin terjadi.

Penyebab Utama Pernikahan Dini


Jika digali lebih dalam, pernikahan dini tak hanya terjadi lantaran perempuan hamil di luar nikah. Bisa jadi pasangan menikah dini karena faktor ekonomi. Misalnya orang tua perempuan tak sanggup lagi membiayai hidup anaknya. Pernikahan menjadi solusi agar anak mendapatkan nafkah dari suami.

Bisa juga karena faktor pendidikan. Seseorang dengan tingkat pendidikan rendah terkadang berpikir pendek. Menikah seringkali dianggap sebagai tujuan hidup karena sudah selesai "sekolah". Padahal calon pengantin masih di bawah umur. Emosinya belum stabil, pekerjaan belum bisa memenuhi kebutuhan, dan masih berpikir mentah soal "rezeki setelah menikah", "banyak anak banyak rezeki", dan lain sebagainya.

Namun yang paling sering terjadi adalah faktor pergaulan. Zaman sekarang teknologi makin canggih, ragam informasi hoax dan kejahatan pun marak ditemui. Tak terkecuali dengan iming-iming selama pacaran. Pergaulan anak muda masa kini seakan sulit dikendalikan. Akses informasi dari smartphone terkadang justru membawa dampak buruk.

Sebut saja gaya pacaran ala dunia barat. Tak hanya public figur yang turut mempraktikkan, tetapi juga anak di bawah umur. Bukan saja faktor kelalaian orang tua, tetapi kecanggihan teknologi yang membuat anak serta remaja makin bisa mengakses kehidupan dunia luar. Tak jarang gaya pacaran yang kebablasan menimbulkan kasus kehamilan di luar nikah. Lalu sebagian besar masyarakat menutup kasus seperti ini dengan minta dispensasi usia pernikahan alias menikah di usia dini.

Dampak Negatif Pernikahan Dini


Tidak bisa dipungkiri, pernikahan dini menyimpan berbagai risiko negatif. Misalnya saja soal kesiapan mental penyintas. Anak di bawah umur atau remaja belum paham akar dan makna pernikahan. Biasanya mereka masih terbawa ego masing-masing dan cenderung menikah karena alasan cinta saja. Padahal menikah juga butuh kesiapan mental membangun rumah tangga, berinteraksi dengan orang lain, mendidik anak, mempersiapkan keuangan, dan lain sebagainya.

Pernikahan dini juga berisiko terhadap kesehatan ibu dan bayi. Pasalnya butuh kesiapan organ reproduksi beserta asupan nutrisi yang cukup. Faktanya, organ reproduksi remaja belum tentu siap untuk hamil. Sementara itu, remaja seringkali memilih junk food, makanan minuman kemasan, dan lain sebagainya yang berpotensi buruk bagi kesehatan. Padahal perempuan harus menjaga nutrisi dan pola makan sejak sebelum hamil, saat hamil, hingga masa menyusui.

Lebih parahnya lagi, pernikahan dini bisa menjadi faktor panjangnya rantai kemiskinan. Tidak bisa dipungkiri, pernikahan dini kerap kali terjadi di lingkungan masyarakat kelas bawah. Tak berhenti di situ, dampaknya mengalir hingga meningkatnya angka putus sekolah, sulitnya akses kesehatan, hingga maraknya pekerja di bawah umur.

GenRengers Bisa Jadi Solusi

Nordianto Hartoyo SananNordianto - Doc: kemenpora.go.id

Nordianto Hartoyo Sanan menggagas GenRengers Educamp pada tahun 2016. Program ini berfokus pada edukasi kesehatan reproduksi, bahaya seks bebas, serta pentingnya kemandirian ekonomi ketika berumah tangga. Sasarannya adalah anak muda yang pemikirannya mungkin belum matang soal "pernikahan". Dengan begitu GenRengers Educamp tak hanya bertujuan untuk mempersiapkan generasi cerdas, tetapi juga melahirkan kader yang dapat meneruskan pesan positif ke lingkungan sekitarnya.

Nordianto merintis GenRengers usai menjadi peserta PIK Remaja BKKBN yang merupakan pelatihan tentang kesehatan reproduksi remaja, bahaya seks bebas, serta NAPZA. Selain itu, ada kisah unik dari pengalaman pribadi Nordianto kala masih sekolah.

Ada beberapa temannya yang tiba-tiba "menghilang". Kala itu ia masih duduk di bangku SMP. Tiap kali semesteran ada temannya yang seolah ditelan bumi, tidak lagi terlihat di sekolah dan tidak ikut ujian. Usut punya usut, mereka "dinikahkan" oleh orang tuanya. Tak heran jika daerah asal Nordianto (Kalimantan Barat) memiliki angka perkawinan anak yang tinggi.

Tak hanya itu saja, ibu kandung Nordianto juga menikah muda. Ibunya yang masih 16 tahun dijodohkan dengan ayahnya yang memasuki usia 40 tahun. Ibunya beberapa kali mengalami keguguran, mungkin karena organ reproduksinya belum siap. Bahkan di usia 30 tahun beliau harus angkat rahim.

Namun demikian, banyak juga kasus pernikahan dini akibat hamil di luar nikah. Nordianto pun mengadakan kemah kesehatan reproduksi remaja melalui GenRengers Educamp secara masif. Kegiatannya berupa kemah digabungkan dengan fun learning. Kegiatan ini tidak dipungut biaya karena dilakukan di desa peserta. Jadi mereka bisa makan dan istirahat di rumah masing-masing.

Materi utama GenRengers yaitu kesehatan reproduksi remaja, kampanye stop perkawinan usia anak, identifikasi masalah remaja, penggalian ide dan solusi kreatif, GenRepreneuers, mini talkshow, dan GenRe Minat Bakat. Semuanya dikemas secara santai namun kaya ilmu.

"Selama 2 tahun kamp ini berlangsung, telah lahir sekitar 800 relawan. Tentu, sekarang sudah lebih banyak lagi. Mungkin sudah ribuan," terang Nordianto.

SATU Indonesia Awards

GenRengers
GenRengers - Doc: jayakartanews.com

Berkat kerja keras dan ketulusannya, Nordianto mendapatkan penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2018. Penghargaan ini merupakan apresiasi PT Astra Internasional untuk generasi muda, baik individu maupun kelompok yang melakukan perubahan positif untuk masyarakat. Perubahan ini bisa di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi.

Semoga dengan adanya GenRengers angka perkawinan usia anak berkurang. Selanjutnya anak dan remaja bisa mengenyam pendidikan tinggi dan menikah kala sudah siap lahir batinnya.
Latifah Kusuma
Challenger. Pribadi yang senang berpetualang, baik online maupun di real life. Lebih suka bekerja di lapangan. Bisa disapa melalui instagram dan twitter @latifahkusuma7

Related Posts

Posting Komentar