Monumen Pers Nasional, Museum dengan Bangunan Mirip Candi

Posting Komentar
Monumen Pers Nasional | dokpri

Apa yang kalian pikirkan ketika mendengar kata museum? Kuno, gelap, sejarah, atau horor? Ragam deskripsi untuk museum memang menarik dikupas lebih dalam. Meski kenyataannya tak semua orang acuh dengan hal-hal berbau museum. Padahal museum merupakan salah satu sumber warisan ilmu dalam peradaban dunia.

Suatu hari aku dan beberapa kawan asal Jogja berkesempatan mengunjungi Museum Pers Indonesia. Letaknya di Jalan Gajahmada No.76 Ketelan, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah. Kami pun memilih kereta sebagai sarana antar yang praktis. Berangkat pagi dari Jogja hingga tiba di Stasiun Solo Balapan pukul 8.40 WIB.

Bangunan Unik Mirip Candi


Arsitektur Mirip Candi | dokpri

Selanjutnya kami menyusuri Jalan Gadjah Mada hingga menemukan bundaran dilengkapi air mancur. Di seberang bundaran inilah Monumen Pers Indonesia berdiri. Bangunannya artistik, disusun dari batu-batu konstruksi candi. Bentuknya pun unik.

Bagian depan dijaga oleh patung khas mirip istana kerajaan. Pilar-pilar berjajar rapi. Memasuki bagian dalam nampak front office minimalis. Di sisi kanan kirinya ada barisan patung kepala tokoh-tokoh kemajuan bangsa.

Monumen Pers Nasional ini dulunya merupakan balai pertemuan yang bernama Societeit Sasana Soeka.  Arsitekturnya dirancang oleh Mas Aboekassan Atmodirono atas perintah Mangkunegara VII, pangeran Surakarta. Kemudian dibuka untuk umum mulai tanggal 9 Februari 1978.

Ada Ratusan Ribu Arsip Edisi Surat Kabar

Plat Cetakan Pertama Kedaulatan Rakyat | dokpri

Ruang Pameran | dokpri

Memasuki ruang pamer utama, aku terkagum dengan koleksi yang ada. Kertas-kertas surat kabar usang kecokelatan dipajang rapi. Misalnya Bintang Barat dan Tjahaja India. Sebagian besar koleksi surat kabar sudah diarsipkan dalam bentuk digital. Buku-buku tentang pers juga dipamerkan dalam kotak kaca. Tak lupa foto-foto dokumentasi mengenai perjalanan pers Indonesia. Menarik diamati, terlebih bagi Traveller pecinta sejarah.

Menuju sisi lain, aku disuguhi dengan plat cetakan pertama Kedaulatan Rakyat. Unik. Beritanya ditulis menggunakan tinta emas. Hal ini tentu menggugah selera para pembacanya. Edisi perdana koran ini memuat hasil wawancara dengan presiden Soekarno yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hadiah dari Jepang, tetapi buah kerja keras bangsa sendiri.

Pemancar Radio Kambing?


Pemancar Radio Kambing | dokpri

Menuju ruang lain dari gedung sayap kanan, terdapat bekas pemancar radio kambing. Bernama pemancar kambing karena pernah diungsikan ke kandang kambing. Awalnya agresi militer Belanda II pada 1948 menjadi alasan pemancar milik Solosche Radio Vereeniging (SRV) yang saat itu digunakan Radio Republik Indonesia (RRI) diungsikan. 10 pejuang penyiaran membawa pemancar tersebut ke kandang kambing di lereng Gunung Lawu.

Sekitar 200 orang terlibat membawa pemancar yang berat tersebut. Warga berbondong-bondong membantu demi kelancaran siaran RRI. Sementara tentara Belanda kelimpungan mencari asal pemancar. Pemancar Radio Kambing yang kini menjadi koleksi Monumen Pers Nasional ini menjadi saksi bisu perjuangan di bidang penyiaran. Pemancarnya sekarang diabadikan lengkap beserta miniatur kandang dan patung kambing.

Menyimpan Koleksi Pers "Starter Pack" Lengkap

Mesin Tik Kuno | dokpri

Masih dalam ruang yang sama, semua sisi dinding dilengkapi literasi sejarah penyiaran. Nampak beberapa nama tokoh pers di LED visual. Pencahayaan ruangan dibuat remang-remang agar lebih mencekam. Sesuai dengan kondisi pemancar radio kambing zaman dahulu.

Starter pack wartawan dipajang di beberapa titik. Body camera beserta lensa nampak memenuhi kotak kaca. Bau karat menjadi khas di ruang ini. Mesin tik kuno asli dipamerkan agar khalayak tahu. Sepatu hiking, baju lapangan, tas carrier, dan perlengkapan wartawan lain menjadi daya tarik tersendiri.

Kumpulan Surat Kabar | doc: ikatcn

Koleksi Museum |dokpri

Cukup berbaur dengan pengunjung lain, aku beranjak ke lantai dua. Di sini ada perpustakaan umum. Sesuai jam buka monumen, sila berkunjung pada rentang pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Oh iya, untuk berkunjung ke sini belum diberlakukan tiket masuk, so gratis. Monumen Pers Nasional juga memfasilitasi mahasiswa tingkat akhir atau aktivis terkait dalam melakukan penelitian.
Latifah Kusuma
Challenger. Pribadi yang senang berpetualang, baik online maupun di real life. Lebih suka bekerja di lapangan. Bisa disapa melalui instagram dan twitter @latifahkusuma7

Related Posts

Posting Komentar